BREAKING NEWS
Loading...

Berita

Kabupaten

Malang Raya

Info

Nasional

Artikel

Internasional

Motivasi

Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan Singhasari di abad ke-13. Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Badan candi disangga oleh tiga buah teras. Bagian depan teras menjorok dan badan candi terletak di bagian teras ke tiga. Atap dan sebagian badan candi telah terbuka. Pada dinding luar kaki candi dipahatkan relief-relief cerita Kresnayana, Parthayana, Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma, serta cerita fabel. Pada sudut kiri candi (barat laut) terlukis awal cerita binatang seperti halnya cerita Tantri. Cerita ini terdiri dari beberapa panel. Sedangkan pada dinding depan candi terdapat fabel, yaitu kura-kura. Ada dua kura-kura yang diterbangkan oleh seekor angsa dengan cara kura-kura tadi menggigit setangkai kayu. Kura-kura menjadi makanan serigala. Salah satu patung yang awalnya terdapat pada Candi Jago, yang merupakan perlambangan Dewi Bhrkuti

Beberapa hiasan dan relief pada kaki candi berupa cerita Kunjarakarna. Setelah diberi nasihat dan patuh pada ajaran Buddha, akhirnya keinginan raksasa terkabul.
Hiasan pada badan Candi Jago tidak sebanyak pada kakinya. Yang terlihat pada badan adalah relief adegan Kalayawana, yang ada hubungannya dengan cerita Kresnayana. Sedangkan pada bagian atap candi yang dikirakan dulu dibuat dari atap kayu/ijuk, sekarang sudah tidak ada bekasnya.

Situs Candi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini dahulunya bernama Jayaghu. Candi ini menurut Negarakertagama diketahui sebagai salah satu candi pendharmaan bagi Maharaja Wisnuwardhana. Hayam Wuruk disebutkan pernah melakukan kunjungan ziarah ke makam leluhurnya yakni Wisynuwardhana yang dicandikan di Jayaghu atau Jago.

Sekalipun Candi jago diketahui sebagai makam Maharaja Wisynuwardhana, namun jika dilihat dari bentuk arsitektur dan ragam hiasnya maka bangunan itu berasal dari zaman majapahit akhir. Pada tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi, misalnya, candi itu pernah diperbaiki oleh Adityawarman. Dan sesudah itu, candi itu tampaknya mengalami beberapa kali pemugaran pada kurun akhir majapahit yakni pada pertengahan abad ke 15.
Dilihat dari bentuk arsitekturnya, Candi Jago mirip sekali dengan bentuk punden berundak yang merupakan ciri bangunan religi dari zaman megalithikum yang mengalami kebangkitan kembali pada massa akhir majapahit. Badan candi terletak diatas kaki candi yang bertingkat tiga. Bangunan utama candi terletak agak kebelakang dan menduduki teras tinggi. Diduga pada bangunan utama itu diberi atap dari ijuk sebagaimana pura-pura di Bali. Bahkan dari sudut pandang aetiologi nama Desa Tumpang tempat dimana Candi Jago berada tentu berasal dari bentuk candi tersebut, sebab didalam bahasa Jawa kuno kata Tumpang memeliki arti "lapis, deretan bertingkat, bersusun, membangun dalam deretan bertingkat".
Arca Amoghapasa dewa tertinggi dalam agama Buddha Tantra yang memiliki tangan delapan adalah perwujudan dari Wisynuwarddhana sebagaimana disebut dalam Negarakertagama. Aca tersebut saat ini masih tersisa dihalaman candi tetapi kepalanya telah hilang. Disamping Archa Amoghapasa terdapat arca Bhaiwara yang putus kepalanya dan beberapa arca kecil serta sisa-sisa bangunan candi yang berserak disekitar area candi. Sedang arca-arca lain yang pernah diperoleh dari area candi ini disimpan di Museum Jakarta.
Sementara ditinjau dari ragam hias terutama relief-relief yang menghiasi tubuh candi yang mengisahkan lakon Krishnayana, Parthayajna dan Kunjakarna, makin menyakinkan bahwa bangunan candi tersebut berasal dari masa akhir Majapahit meski bahan-bahan batunya sangat mungkin berasal dari masa singosari atau masa ketika candi itu direnovasi oleh Adityawarman. Kisah Parthayajna dan Kunjakarna, adalah kakawin yang ditulis Mpu Tanakung yang hidup pada masa akhir zaman Majapahit. Menurut P.J. Zoetmulder (1983), kedua kakawin itu dipahatkan sebagai relief pada sebuah candi di Jawa Timur yakni Candi Jago.
Situs Candi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Untuk mengunjungi candi Jago ini bisa menggunakan tranportasi angkutan kota dari terminal Arjosari apabila anda naik bus dari kota Surabaya. Pilih angkutan kota dengan label TA (Tumpang-Arjosari) warna angkutan kota tersebut berwarna putih dengan tujuan atau turun di Pasar Tumpang.

Setelah tiba di pasar Tumpang, sebaiknya anda berjalan kaki menyusuri jalan aspal sekitar 200 meter di belakang pasar Tumpang. Candi Jago berdiri dekat dengan pemukiman penduduk setempat yang hanya dibatasi oleh pagar besi mengelilingi Candi Jago. Jalur ini sering dilintasi masyarakat setempat karena lokasi candi Jago ini dekat dengan pasar Tumpang.


Check

Anda dapat mengirimkan foto/ Artikel tentang daerah anda kirmkan melalui email ke malangkab@mail.com

Saatnya Berbagi :
Share on WhatsApp
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Komentar Facebook :

Komentar dengan Akun Google :

Tidak ada komentar:

Terimakasih komentar yang diberikan


Top
Submit Express Local SEO